Thursday, June 28, 2007

10 WASIAT IMAM HASAN AL-BANNA

1. Dalam kondisi bagaimanapun, dirikanlah shalat ketika mendengar Adzan

2. Baca atau dengarkan Al-Qur’an dan ingatlah Allah, Jangan habiskan sebagian waktu- waktu anda pada hal-hal yang tidak berguna

3. Berusaha untuk bias berbicara bahasa Arab fasih(baik dan benar), sebab hal itu merupakan Doktrin Islam

4. JAngan memperbanyak debad dalamsetiap urusan bagaimanapun bentuknya, sebab pamer kepandaian dan apa yang dinamakan riya itu tak akan mendatangkan kebaikan sama sekali

5. Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berinteraksi dengan Allah adalah hati yang tenag dan khusyuk

6. Jangan bergurau, sebab sebuah umat yang gigih berjuang tak mengenal selain kesungguhan

7. Jangan mengeraskan suara melebihi yang dibutuhkan oleh pendengar, sebab itu merupakan kecerobohan dan menyakitkan yang lain

8. Jauhi dari menggunjing orang dan menjelek-jelekkan kelompok atau organisasi, jangan membicarakannya selain kebaikannya saja

9. Kenalkan diri anda kepada saudara-saudara seagama dan seperjuangan walaupun anda tidak dituntut,sebab dasar dakwah kita adalah Cinta dan Kenal

10.Ketahuilah bahwa kewajiban itu lebih banyak dari pada waktu yang terluang, maka bantulah saudaramu untuk menggunakan wqaktunya dengan sebaik-baiknya dan jika anda punya kepentingan(tugas) selesaikan segera.

Monday, June 25, 2007

KETIKA TUHAN BERKATA: TIDAK! (Sebuah Renungan)

Ya Tuhan ambillah kesombonganku dariku.
Tuhan berkata, "Tidak. Bukan Aku yang mengambil, tapi kau yang harus menyerahkannya. "

Ya Tuhan sempurnakanlah kekurangan anakku yang cacat.
Tuhan berkata, "Tidak. Jiwanya telah sempurna, tubuhnya hanyalah sementara."

Ya Tuhan beri aku kesabaran.
Tuhan berkata, "Tidak. Kesabaran didapat dari ketabahan dalam menghadapi cobaan; tidak diberikan, kau harus meraihnya sendiri."

Ya Tuhan beri aku kebahagiaan.
Tuhan berkata, "Tidak. Kuberi keberkahan, kebahagiaan tergantung kepadamu sendiri."

Ya Tuhan jauhkan aku dari kesusahan.
Tuhan berkata, "Tidak. Penderitaan menjauhkanmu dari jerat duniawi dan mendekatkanmu pada Ku."

Ya Tuhan beri aku segala hal yang menjadikan hidup ini nikmat.
Tuhan berkata, "Tidak. Aku beri kau kehidupan supaya kau menikmati segala hal."

Ya Tuhan bantu aku MENCINTAI orang lain, sebesar cintaMu padaku.
Tuhan berkata... "Akhirnya kau mengerti !"

~~~~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~ ~~~~~~~~~ ~~~~~~

Kadang kala kita berpikir bahwa Tuhan tidak adil, kita telah susah payah memanjatkan doa,
meminta dan berusaha, pagi-siang-malam, tapi tak ada hasilnya.

Kita mengharapkan diberi pekerjaan, puluhan-bahkan ratusan lamaran telah Kita kirimkan tak ada jawaban sama sekali, orang lain dengan mudahnya mendapatkan pekerjaan.

Kita sudah bekerja keras dalam pekerjaan mengharapkan jabatan, tapi justru orang lain yang mendapatkannya tanpa susah payah.

Kita mengharapkan diberi pasangan hidup yang baik dan sesuai, berakhir dengan penolakkan dan kegagalan, orang lain dengan mudah berganti pasangan.

Kita menginginkan harta yang berkecukupan, namun kebutuhan terus meningkat.

Coba kita bayangkan diri kita seperti anak kecil yang sedang demam dan pilek, lalu kita melihat
tukang es. Kita yang sedang panas badannya merasa haus dan merasa dengan minum es dapat
mengobati rasa demam (maklum anak kecil). Lalu kita meminta pada orang tua kita (seperti kita berdoa memohon pada Tuhan) dan merengek agar dibelikan es.

Orangtua kita tentu lebih tahu kalau es dapat memperparah penyakit kita. Tentu dengan segala
dalih kita tidak dibelikan es. Orangtua kita tentu ingin kita sembuh dulu baru boleh minum es yang lezat itu.

Begitu pula dengan Tuhan, segala yang kita minta Tuhan tahu apa yang paling baik bagi kita.
Mungkin tidak sekarang, atau tidak di dunia ini Tuhan mengabulkannya.

Karena Tuhan tahu yang terbaik yang kita tidak tahu.
Kita sembuhkan dulu diri kita sendiri dari "pilek" dan "demam".... dan terus berdoa.

"There's a time and place for everything, for
everyone. God works in a mysterious way."

sumber : lupa lagi ni, darimana sumbernya

Wassalam

S.O.S ;Save Our Security(catatan kaki tentang keikhlasan memenjarakan diri)

Kita lelah menampung gelisah
Kita rengkah untuk mengalah
Kita gundah memahami resah
Kita absah berkata petuah
Kita ejawantah makhluk siasah
Kita salah untuk kaprah, bahkan
Kita sumpah tanah agar merekah…
Kita takut menjadi pengecut
Kita salut kepada hal yang absurd
Kita balut kemelut
Kita semaput saat kalut
Kita bahkan terlalu pengecut mengganti “kita” dengan “aku”…
(Why must be affraid; sel penjara nomor 2 Polresta Cirebon,
24 Sya’ban 1422 H / 10 November 2001).

Ada empat alasan mengapa tulisan ini tampaknya memang harus ditulis,pertama, bahwasannya dialog merupakan jalan yang cukup bijak dan efektif untuk bersama-sama melakukan proses refleksi dari aktifitas bersama yang bukan saja bersifat massal (kolektif) melainkan juga bersifat personal (privacy). Dengan dialog diharapkan adanya semacam medium untuk saling berbagi kebenaran dengan membuka diri untuk mendengarkan dan menghargai eksistensi kebenaran “yang lainnya” (other and otherness), sebab, sungguh sulit mencari kebenaran sejati dalam kehidupan manusia apalagi jika ternyata kebenaran tersebut sudah berbaur dengan motif-motif yang memang secara substansial sama sekali tidak memiliki korelasi terhadap permasalahan yang menjadi dialektika aktual. Kedua, dalam dinamika aktifitas organisasi yang memiliki kemajemukan pola berfikir dan pola berkegiatan masing-masing penggiatnya, terjadinya perbedaan pendapat dan pemahaman tentang pelbagai hal sangat rentan terjadi bahkan –menurut saya- justru diberikan peluang sebesar-besarnya untuk hal tersebut. Permasalahan berikutnya adalah, sejauh mana komunikasi organisasi, etika dialog interpersonal dan mekanisme pengambilan keputusan organisasi mampu dijadikan sebagai wahana yang menjembatani perbedaan tersebut. Ketiga, berkaitan dengan rasa aman (secure), keamanan (security)dan upaya –upaya untuk menjaga dan mempertahankan rasa aman dan keamanan merupakan hal yang mendesak (urgent) untuk diwacana-kan ulang jika memang hal tersebut menjadi permaslahan yang –ironisnya- justru menjadikan ketidaknyamanan organisasi maupun penggiat organisasi untuk melakukan aktifitas per-orangan atau aktifitas organisasi lain. Ke-empat, gugatan kepada rasa keamanan yang tak kunjung datang untuk melakukan semua aktifitas niscaya diperlukan, sebab hal ini terkait dengan kemampuan maksimal orang per-orang maupun kemampuan maksimal organisasi untuk menjalankan roda aktifitasnya yang pada faktanya merupakan hal-hal yang sangat penting untuk diberikan perhatian khusus.


Jika memang asumsi dasar mengenai rasa aman yang sebegitu mahal diperoleh dalam kehidupan berorganisasi ini benar adanya, maka saya fikir permasalahannya bukanlah semata mengenai definisi dan praktis aktifitas keamanan itu sendiri, tetapi mengenai apa saja alasan-alasan yang mendasari perlunya kemananan itu dibentuk sedemikian rupa sehingga alih-alih mengayomi seluruh aktifitas malah memberikan rasa dan suasana yang tidak men-aman-kan aktifitas massal maupun personal. Tulisan ini, sungguh tidak berniat untuk menyoal problematika dari dinamika aktifitas organisasi atau bahkan dengan semena-mena men-justifikasi kemudian mendikotomikan ada pihak yang salah dan ada pihak yang benar, tulisan ini difungsikan sekedar menstimulasi terjadinya dialog melalui dialektika kolektif sembari mengurai kembali jejak-jejak yang ditinggalkan akibat keamanan yang tidak lagi memberikan rasa aman.