Saturday, May 27, 2006

Senandung Mujahid

Gumpalan awan bergerak
bak arak-arakan bidadari langit

yang sedang mengantar ruh syuhada ke singgahsana Ainul Mardhiah
yang merindukan sang k
ekasih hadir dalam pelukannya.

Sesekali terdengar nyanyian merdu
Yanng mengalun syahdu suara bidadari itu.
Ingin rasanya ku sahut nyanyian itu
Tapi tak mampu…
karena ajal belum memisahkan jiwa dengan ragaku…
dan peluru musuh belum mampu menyentuh tubuhku…

Tapi….
Ku yakin masa itu semakin dekat menghampiri k..
Karena wangi surga semakin menyerbak di alam perjuangan ku wahai sahabatku relakan aku pergi menemui Tuhan ku…

INNALILLAHI WAINNALILLAHI RAJI’UN

Friday, May 26, 2006

MUNAJAT

Ya Allah Yang Maha Pemurah, terimakasih Engkau telah menciptakan dia dan mempertemukan saya dengannya.

Terimakasih untuk saat-saat indah yang boleh kami nikmati bersama.
Terimakasih untuk setiap pertemuan yang boleh kami lalui bersama.
Terimakasih untuk setiap saat-saat yang lalu.
Saya datang bersujud dihadapan-Mu,
Sucikan hati saya yaa Allah, sehingga dapat melaksanakan kehendak dan rencana-Mu dalam hidup saya.

Yaa Allah, jika saya bukan pemilik tulang rusuknya,
janganlah biarkan saya merindukan kehadirannya.
Janganlah biarkan saya melabuhkan hati saya di hatinya.
Kikislah pesonanya dari pelupuk mata saya
dan usirlah dia dari relung hati saya.
Gantilah damba kerinduan dan cinta yang bersemayam di dada ini dengan kasih dari dan pada-Mu yang tulus dan murni.
Tolonglah saya agar dapat mengasihinya sebagai sahabat.

Tetapi jika Kau ciptakan dia untuk saya, yaa Allah,
tolong satukan hati kami.
Bantulah saya untuk mencintai, mengerti dan menerima dia seutuhnya.
Berikan saya kesabaran, ketekunan, dan kesungguhan untuk memenangkan hatinya.
Urapilah dia agar dia juga mencintai, mengerti dan mau menerima saya
dengan segala kelebihan dan kekurangan saya sebagaimana saya telah Kau ciptakan.
Yakinkanlah dia bahwa saya sungguh-sungguh mencintai dan rela membagi suka dan duka saya dengan dia.

Yaa Allah Maha Pengasih, dengarlah doa saya ini.
Lepaskanlah saya dari keraguan ini menurut kasih dan kehendak-Mu.

Allah Yang Maha Kekal, saya tahu Engkau senantiasa memberikan yang terbaik buat saya.
Luka dan keraguan yang saya alami pasti ada hikmahnya.
Pergumulan ini mengajar saya untuk hidup makin dekat pada-Mu, untuk lebih peka terhadap suara-Mu
yang membimbing saya menuju terang-Mu.
Ajarlah saya untuk tetap setia dan sabar menanti tibanya waktu yang telah Engkau tentukan.

Jadilah kehendak-Mu dan bukan kehendak saya yang jadi dalam setiap bagian hidup saya, yaa Allah.

Amin....

Thursday, May 25, 2006

PENDIDIKAN & INTELEGENSI

Selama ini ukuran kecerdasan selalu dilihat dari paradigma intelegensi (IQ). Angka-angka memainkan peranan penting dalam penilaian siswa. Efeknya siswa yang merasa IQ-nya tidak standard merasa minder dan bahkan baru-baru ini, di Palopo -sebagaimana diberitakan FAJAR- ada siswa yang bunuh diri karena tidak lulus UAN 4,0.

Ketika berbicara tentang kecerdasan, setidaknya hal ini terkait dengan sistem pendidikan. Untuk melihat sistem pendidikan negara kita, kita perlu melihat sejarah. Tak salah kata Bung Karno: jangan sekali-sekali melupakan sejarah! Dalam dunia pendidikan juga.

Sistem pendidikan (juga hukum) kita selama ini banyak mengadopsi dari sistem barat. Ketika Belanda mendirikan lembaga pendidikan, langsung atau tidak langsung membawa budaya dan nilai Eropa. Di Indonesia nilai tersebut ada yang bisa diadopi, juga ada yang perlu ditolak. Hal ini dikarenakan perbedaan latar budaya Indonesia di Asia dengan Bangsa Eropa. Bangsa Eropa, dalam hal pendidikan lebih menekankan pada kecerdasan intelegensi (IQ). Ini efek dari kemajuan intelektual di abad pertengahan Eropa. Ketika itu terjadi ‘clash’ antara golongan intelektual vis a vis gereja. Kaum cerdik pandai semisal Copernicus mengkritik keras kebijakan gereja yang kontra dengan penemuan sains. Misalnya, dulu gereja menganggap bumi itu datar. Kemudian dibantah oleh golongan pandai dengan bumi itu bulat. Penemuan ini kemudian menjadi salah satu pendorong kenapa orang Eropa ramai-ramai menjelajahi samudera ke dunia timur.

Ketika itu terjadi dialektika sains dan agama (gereja). Efeknya kemudian kecenderungan para intelektual lebih pada otak. Kecerdasan dilihat dari otak. Terjadi dikotomi yang hebat antara dunia profan dan sakral atau sekuler. Dari sini kemudian, ketika menduduki wilayah jajahan, para kolonialis itu menerapkan paradigma kecerdasan intelegensi (IQ).

Makanya di Indonesia, terutama kampus negeri tidak ditekankan pada ajaran keagamaan. Dari sinilah berkembang terus hingga penjajah hengkang. Para tokoh pendidikan di Indonesia juga belum bisa mengubah sistem pendidikan di kampus negeri atau sekolah negeri ke arah pendidikan akhlak. Selama ini hanya pendidikan keilmuan saja. Tak heran kemudian banyak para intelektual yang korupsi. Di sini, nilai moralitas keagamaan memainkan peranan penting.