Thursday, May 18, 2006

KHALIFAH (Menyoal Kepemimpinan Modern)

Setelah dilantik menjadi Khalifah pertama, Abu Bakar. Ra, layaknya sebuah pimimpin sebuah negara menyampaikan sambutannya dalam pidato kenegaraan sebagai berikut :

“Sudara-saudara sekalian, walaupun saya bukan yang terbaik diantara saudara, namun saya telah diberi tanggung jawab untuk memimpin saudara sekalian. Saya akan anggap orang-orang yang terlemah diantara sudara-saudara kuat sampai saya memajukan tuntutan atas hak-hak yang memang merupakan hak mereka. Dan orang-orang yang terkuat diantara suadara-saudara akan saya anggap lemah sampai saya ambil dari mereka apa-apa yang memang bukan hak mereka. Saudara-saudara sekalian, saya seorang pengikut Nabi, bukan seorang pembaharu. Oleh karena itu kalua saya mengerjakan pekerjaan dengan baik, bantulah saya. Dan kalau saya menyimpang, luruskanlah saya. Dan lakukan perhitungan atas diri suadara sebelum saudara diperhitungkan orang. Tak seorangpun boleh meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali Allah akan timpakan kehinaan atas mereka. Dan jangan kerjakan kecabulan dikalangan suadara, nanti Allah akan menyebarkan bencana di kalangan mereka. Oleh karena itu patuhuliah saya selama saya patuh kepada Allah tetapi kalau saya tidak patuh kepada Allah dan Nabi-Nya, saudara tidak berkewajiban mematuhi saya. Saya sebenarnya lebih senang kalau salah seorang dari saudara yang diberi tanggung jawab ini sehingga saya terhindar dari tanggung jawab tersebut. Dan jika saudara mengharapkan saya untuk melakukan peran yang sama seperti Nabi dalam hubungan wahyu, saya tidak dapat mengerjakannya. Saya hanya seorang manusia biasa, jadi maafkan saya”.

Jika sahabat-sahabat menjadi Khalifah hari ini, apa yang ingin tambahkan atau kurangi dari pidato Abu Bakar. (Catatan : mengikuti Abu Bakar sepenuhnya tidak akan dapat diterima, sebab dunia telah banyak berubah sejak masa itu ) renungkan!.(Tengku Muda)

*dari berbagai sumber

Wednesday, May 17, 2006

Surat Cinta Untuk Yang Ngaku PII Wati

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Sahabat ku….

Meskipun kita belum pernah bertatap muka dengan langsung, namun hati kita, denyut nadi kita serta langkah kita telah terpautkan dalam satu nada yang sama yaitu…..Al-Islam…Oleh karena itu suka atau tidak suka….enak atau tidak enak..kita telah disatukan oleh Allah sebagai saudara….yang diantara kita akan saling memiliki,saling membutuhkan serta saling melindungi….oleh karena itu lewat do’alah kita akan dipertemukan…

Sahabat Ku Yang Sholehah……………..

sudahkah kita sampai pada kenikmatan beribadah seperti yang Rasul dan para shahabatnya rasakan? Sungguh hal itulah yang telah menjadikan umat di jaman Rasul sebagai”Khairu Ummah”…dan sekarang bagaimana dengan kita? Terkadang bahkan setiap kita melakukan ibadah hanyalah sebatas memenuhi kewajiban saja, padahal Allah telah menyuruh kita melakukan hal tersebut dengan penuh kesungguhan..lantas apakah ibadah yang telah kita lakukan selama ini akan menjadi penolong kita? Wallahu’alambishawab, yang jelas kita belum bisa menghadirkan Allah dalam setiap ibadah dan munajat yang kita lakukan..Lantas apakah cukup bisa kita membeli kenikmatan syurga hanya dengan melakukan hal tersebut?…………..

Sahabat Ku…………………….

Begitu banyak corak kehidupan yang telah kita rasakan sebelum kita sampai kepada kenikmatan hakiki yaitu syurga, bahkan begitu banyak keburukan yang ada pada diri kita, sehingga bahkan tak pantas rasanya bibir kita berucap “Ya…Rabbi….” Apalagi untuk menengadahkan tangan memohon pertolongan, ampunan atau sekedar meminta tambahan rizki untuk memuaskan nafsu duniawi, Terlalu kotor rasanya kalau saja Allah tidak bermurah hati mengulurkan kasih sayang-Nya, sehingga kita masih diberi waktu untuk membersihkan diri,mungkin bibir kita masih komat-kamit berucap “Ya…Rabbi…” sementara keburakan maksiat semakin hari semakin banyak…nikmat apalagi yang akan kita dustakan,nikmat islam,iman dan nimat dipertemukannya kita dalam saudara seakidah

Sahabat Ku……………………….

Jika suatu saat kita menemukan kejelekan saudara kita,maka tutupilah kejelekan tersebut dari penglihatan,penciuman dan pendengaran saudara yang lain,semua itu kita lakukan tidak lain karena kitapun memiliki kekurangan dan kejelekan, bukankah orang yang menutupi aib orang lain maka Allah akan menutup aib dan kejelekkannya di akhirat kelak? (QS.49:12) dan (QS.59:10)

Sahabat Ku……………………

Kadang melihat kekurangan diri sendiri lebih sulit dari pada melihat kekurangan orang lain, ibarat kita mempunyai luka di punggung kita tidak bisa melihat luka tersebut apalagi mengobatinya, tapi kita masih punya saudara yang akan selalu membantu kita berusaha mengobati luka tersebut, dan berusaha menjaga agar luka tersebut tidak diketahui orang lain, karena usaha lebih penting dari pada hasilnya,…karena hasil adalah hak Allah………………Sungguh betapa indah persaudaraan ini……………………

Sahabat Ku………………………

Ujung lidah lebih tajam dari ujung tombak, karena luka akibat ujung lidah lebih sulit sembuh , oleh karena itu jagalah lidah kita karena antara muslim satudan yang lainnyaadalah haram hartanya….dan harga dirinya (HR.Muslim)..sungguh betapa mulia persaudaraan ini..

Sahabat Ku………………………

Ombak dilautan begitu dahsyat,sanggupkah kita menghadapinya jika bahtera kita sendiri rapuh,dan berlubang apalagi lubang tersebut bukan karena hantaan ombak, tapi karena hantaman palu kita sendiri ketika kita membuatnya, sungguh berat rasanya.Oleh karena itu ukh…jadilah nakhoda yang baik jika engkau seorang nakhoda…jadilah kelasi yang baik jika engkau seorang kelasi….atau jadilah penumpang yang baik jika engkau seorang penumpang…..maka insya Allah bahtera kita akan selamat sampai tujuan..

Sahabat Ku………………………

Afwan ….sahabat mu ini9 tidak bermaksud menggurui Sahabat Ku,maksud ana hanya mengingatkan, semoga kita menjadi manusia pilihan Allah dan semoga kita dipertemukan di Jannah-Nya….Let’s Fastabiqul Khairat…..

Tuesday, May 16, 2006

Jodoh dan Kedewasaan Kita

Jodoh adalah problema serius, terutama bagi para Muslimah. Kemana pun mereka melangkah, pertanyaan-pertanyaan "kreatif" tiada henti membayangi. Kapan aku menikah? Aku rindu seorang pendamping, namun siapa? Aku iri melihat wanita muda menggendong bayi, kapan giliranku dipanggil ibu? Aku jadi ragu, benarkah aku punya jodoh? Atau jangan-jangan Tuhan berlaku tidak adil?

Jodoh serasa ringan diucap, tapi rumit dalam realita. Kebanyakan orang ketika berbicara soal jodoh selalu bertolak dari sebuah gambaran ideal tentang kehidupan rumah tangga. Otomatis dia lalu berpikir serius tentang kriteria calon idaman. Nah, di sinilah segala sedu-sedan pembicaraan soal jodoh itu berawal. Pada mulanya, kriteria calon hanya menjadi 'bagian masalah', namun kemudian justru menjadi inti permasalahan itu sendiri.

Di sini orang berlomba mengajukan "standardisasi" calon: wajah rupawan, berpendidikan tinggi, wawasan luas, orang tua kaya, profesi mapan, latar belakang keluarga harmonis, dan tentu saja kualitas keshalihan.

Ketika ditanya, haruskah seideal itu? Jawabnya ringan, "Apa salahnya? Ikhtiar tidak apa, kan?" Memang, ada juga jawaban lain, "Saya tidak pernah menuntut. Yang penting bagi saya calon yang shalih saja." Sayangnya, jawaban itu diucapkan ketika gurat-gurat keriput mulai menghiasi wajah. Dulu ketika masih fresh, sekadar senyum pun mahal.

Tidak ada satu pun dalih, bahwa peluang jodoh lebih cepat didapatkan oleh mereka yang memiliki sifat superior (serbaunggul). Memperhitungkan kriteria calon memang sesuai sunnah, namun kriteria tidak pernah menjadi penentu sulit atau mudahnya orang menikah. Pengalaman riil di lapangan kerap kali menjungkirbalikkan prasangka-prasangka kita selama ini.

Jodoh, jika direnungkan, sebenarnya lebih bergantung pada kedewasaan kita. Banyak orang merintih pilu, menghiba dalam doa, memohon kemurahan Allah, sekaligus
menuntut keadilan-Nya. Namun prestasi terbaik mereka hanya sebatas menuntut, tidak tampak bukti kesungguhan untuk menjemput kehidupan rumah tangga.

Mereka bayangkan kehidupan rumah tangga itu indah, bahkan lebih indah dari film-film picisan ala bintang India, Sahrukh Khan. Mereka tidak memandang bahwa kehidupan keluarga adalah arena perjuangan, penuh liku dan ujian, dibutuhkan napas kesabaran panjang, kadang kegetiran mampir susul-menyusul. Mereka hanya siap menjadi raja atau ratu, tidak pernah menyiapkan diri untuk berletih-letih membina keluarga.

Kehidupan keluarga tidak berbeda dengan kehidupan individu, hanya dalam soal ujian dan beban jauh lebih berat. Jika seseorang masih single, lalu dibuai penyakit malas dan manja, kehidupan keluarga macam apa yang dia impikan?

Pendidikan, lingkungan, dan media membesarkan generasi muda kita menjadi manusia manusia yang rapuh. Mereka sangat pakar dalam memahami sebuah gambar kehidupan yang ideal, namun lemah nyali ketika didesak untuk meraih keidealan itu dengan pengorbanan. Jika harus ideal, mereka menuntut orang lain yang menyediakannya. Adapun mereka cukup ongkang-ongkang kaki. Kesulitan itu pada akhirnya kita ciptakan sendiri, bukan dari siapa pun.

Bagaimana mungkin Allah akan memberi nikmat jodoh, jika kita tidak pernah siap untuk itu? "Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sekadar sesuai kesanggupannya."
(QS Al Baqarah, 286).
Di balik fenomena "telat nikah" sebenarnya ada bukti-bukti kasih sayang Allah SWT.

Ketika sifat kedewasaan telah menjadi jiwa, jodoh itu akan datang tanpa harus dirintihkan. Kala itu hati seseorang telah bulat utuh, siap menerima realita kehidupan rumah tangga, manis atau getirnya, dengan lapang dada.

Jangan pernah lagi bertanya, mana jodohku? Namun bertanyalah, sudah dewasakah aku?
Wallahu a'lam bisshawaab.

wassalamu'alaykum wr wb