Tuesday, October 23, 2007

Seulangke

Menurut adat istiadat Aceh, pergaulan anak gadis dengan pemuda sebelum nikah amat tabu meskipun dalam “ikatan pertunangan“, apalagi pacar-pacaran sampai malam hari. Anak gadis diibaratkan boh mamplam dalam oen (buah mangga dalam daun). Ikatan pertunangan adalah proses mekanisme kematangan menuju pernikahan. Sebelum nikah belum halal bersentuhan apalagi seperti suami istri, meskipun sudah bertunangan. Ingat! ”Nikahlah” yang menghalalkan hubungan (full-conteks/suami-istri). Bagi adat Aceh, “Agama ngoen adat, lagei zat ngoen sifeut”.

Tahapan pernikahan didahului dengan mengajukan lamaran “meulakee” melalui “seulangke” (penghubung). Amat tabu pemuda melamar langsung pada calon mertua. Bila seulangke berjalan, peran orang tua, keuchik dan imum meunasah/teungku sagoe terlibat langsung. Upacara itu sederhana menurut kemampuan masing-masing dan merupakan elemen perekat dengan memberikan “tanda kong narit/tanda penguat“ kepada calon istri, berupa cincin atau harta benda berharga lainnya. Dengan pertunangan, dapat dipastikan gadis itu sudah dipagari untuk tidak boleh dilamar lagi oleh pemuda lainnya. Orang tua, keuchik/ imeum meunasah menjadi saksi untuk memelihara dan memberikan penga*manannya

Selama “masa pertunangan”, masing-masing pihak dapat memantau dari jarak jauh/dekat tentang perilaku masing-masing termasuk keluarga. Sejak itu, kontak keluarga (hubungan keluarga) kedua belah pihak mulai terjalin. Para calon tidak boleh bergaul bebas, paling-paling hanya dapat mengirim pesan melalui orang-orang yang dipercainya atau melalui hubungan antarkeluarga. Bila salah satu pihak memutuskan hubungan pertunangan (wanprestasi), maka mereka diberikan sanksi sebagai risiko atas kerugian moril. Bila yang memutuskan pemuda (keluarga laki), maka materi yang telah diberikan sebagai pengikat pertunangan, menjadi hak penuh keluarga gadis. Sebaliknya, bila pihak gadis (keluarga gadis) memutuskan, maka didenda sebesar “caram/tanda mata” yang telah diterima pada pertunangan dan wajib mengembalikan caram/tanda mata yang telah diterima saat pertunangan. Jadi, dendanya bukan dua kali, melainkan sekali sebesar yang diterima semula tambah bawaan caram dari pemuda dulu.
Seulangke diperankan oleh seseorang yang berwibawa dan berakhlak mulia, serta terpercaya dalam proses awal penjajakan sampai ke pertunangan, bahkan terlibat langsung sampai ke jenjang pernikahan (walimatul ursy).

Biasanya, peran seulangke itu merupakan salah satu fungsi keuchik dan imeum meunasah, tetapi juga dapat dilakukan oleh orang lain yang berwibawa। Karena itu pada umumnya tugas seulangke melekat pada keuchik dan imeum meunasah. Tetapi untuk seulangke ada hak-hak adat yang melekat pada simbol-simbol bawaan adat yang terjadi dalam pertunangan sesuai dengan adat masing-masing daerah. Mereka perlu dijemput dan diantarkan dengan meninggalkan kepentingan pribadinya. Sebab itu dalam tatanan kehidupan silaturahmi masyarakat, tidak salahnya diberikan sedekah ala kadar menurut kemampuan (ingat tidak mengikat).

Kupiah_meuketop www.acehforum.or.id

0 komentar: