Thursday, May 25, 2006

PENDIDIKAN & INTELEGENSI

Selama ini ukuran kecerdasan selalu dilihat dari paradigma intelegensi (IQ). Angka-angka memainkan peranan penting dalam penilaian siswa. Efeknya siswa yang merasa IQ-nya tidak standard merasa minder dan bahkan baru-baru ini, di Palopo -sebagaimana diberitakan FAJAR- ada siswa yang bunuh diri karena tidak lulus UAN 4,0.

Ketika berbicara tentang kecerdasan, setidaknya hal ini terkait dengan sistem pendidikan. Untuk melihat sistem pendidikan negara kita, kita perlu melihat sejarah. Tak salah kata Bung Karno: jangan sekali-sekali melupakan sejarah! Dalam dunia pendidikan juga.

Sistem pendidikan (juga hukum) kita selama ini banyak mengadopsi dari sistem barat. Ketika Belanda mendirikan lembaga pendidikan, langsung atau tidak langsung membawa budaya dan nilai Eropa. Di Indonesia nilai tersebut ada yang bisa diadopi, juga ada yang perlu ditolak. Hal ini dikarenakan perbedaan latar budaya Indonesia di Asia dengan Bangsa Eropa. Bangsa Eropa, dalam hal pendidikan lebih menekankan pada kecerdasan intelegensi (IQ). Ini efek dari kemajuan intelektual di abad pertengahan Eropa. Ketika itu terjadi ‘clash’ antara golongan intelektual vis a vis gereja. Kaum cerdik pandai semisal Copernicus mengkritik keras kebijakan gereja yang kontra dengan penemuan sains. Misalnya, dulu gereja menganggap bumi itu datar. Kemudian dibantah oleh golongan pandai dengan bumi itu bulat. Penemuan ini kemudian menjadi salah satu pendorong kenapa orang Eropa ramai-ramai menjelajahi samudera ke dunia timur.

Ketika itu terjadi dialektika sains dan agama (gereja). Efeknya kemudian kecenderungan para intelektual lebih pada otak. Kecerdasan dilihat dari otak. Terjadi dikotomi yang hebat antara dunia profan dan sakral atau sekuler. Dari sini kemudian, ketika menduduki wilayah jajahan, para kolonialis itu menerapkan paradigma kecerdasan intelegensi (IQ).

Makanya di Indonesia, terutama kampus negeri tidak ditekankan pada ajaran keagamaan. Dari sinilah berkembang terus hingga penjajah hengkang. Para tokoh pendidikan di Indonesia juga belum bisa mengubah sistem pendidikan di kampus negeri atau sekolah negeri ke arah pendidikan akhlak. Selama ini hanya pendidikan keilmuan saja. Tak heran kemudian banyak para intelektual yang korupsi. Di sini, nilai moralitas keagamaan memainkan peranan penting.

1 komentar:

Yurianda said...

Ass,,, Bang pue na beda Kecerdasan Intelegen ngen Kecerdasan Intelektual....?lon teungoh peget skripsi jinoe....Judul jih " Korelasi Tingkat Intelegensi Qoutient Terhadap kecerdasan Fisika Siswa SMA di Banda Aceh"